Problematika Tindak Pidana Pemilu Dalam Sistem Keadilan Electoral Indonesia

Alasan sistem keadilan pemilu yang kontekstual. Kalau berbicara mengenai kontekstualisasi sistem keadilan pemilu kita tidak bisa melepaskan keadilan pemilu Indonesia dari keberadaan pengawas pemilu yang sudah menjadi bagian dari sistem keadilan pemilu di Indonesia hari ini.

Pengawasan pemilu itu sangat khas di Indonesia. satu-satunya skema yang seperti kita miliki di dunia, tidak ada negara-negara lain yang memiliki lembaga pengawas seperti di Indonesia. di mana lembaga pengawas itu punya kewenangan dari hulu ke hilir mulai dari membuat peraturan teknis, pengawasan: mengawasi setiap tahapan, menerima laporan, menyelesaikan pelanggaran sampai menyelesaikan sengketa. Jadi kewenangan yang sangat besar itu hanya ada di pengawas pemilu seperti Bawaslu di Indonesia.

Kalau kita berbicara mengenai sejarah pengawasan pemilu di Indonesia itu dimulai dari pemilu 1982. Tidak lepas dari konteks politik dan pemilu saat itu rezim yang otoriter keraguan publik atas integritas pemilu ekosistem yang tidak transparan penyelenggara pemilu yang baptisan masyarakat sipil yang dibungkam,

  1. Pengawas pemilu pada saat itu dibentuk sebagai instrumen penguasa untuk melegitimasi proses dan hasil pemilu
  2. Sistem kepartaian tunggal ada tiga partai (tapi hanya ada satu partai yang berperan)
  3. Pengawas pemilu adalah pemantau pemilu yang dijalankan oleh negara beranggotakan orang-orang partisan mewakili partai politik
  4. Penegakan hukum berlangsung sesuai mekanisme penegakan hukum secara umum tidak ada desain waktu khusus
  5. Pasca reformasi pengawasan tetap dipertahankan dengan penambahan fungsi “semi” penegakan hukum, karena khusus untuk tindak pidana ada ketergantungan pada lembaga lain.

MASALAH HUKUM PEMILU

Kalau di praktek pemilu global ini disebut sebagai electoral dispute permasalahan sengketa pemilu kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu sengketa pemilu ada 6 kategori masalah hukum pemilu:

  1. Pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu ditangani oleh (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) DKPP;
  2. Pelanggaran pelanggaran administratif pemilu: pelanggaran terhadap tata cara, prosedur dan mekanisme pelaksanaan pemilu diselesaikan dengan putusan Bawaslu sanksi terberat bisa berupa pembatalan sebagai peserta pemilu atau kandidat. Ada perbedaan antara pemilu dan Pilkada kalau di pemilu bentuk dari produk hukum Bawaslu di dalam menangani pelanggaran administratif adalah putusan tetapi kalau di Pilkada produknya adalah rekomendasi kecuali untuk pelanggaran terhadap pasal 71 pasal 73 dan politik uang yang bersifat TSM (terstruktur sistematis dan masif).
  3. Tindak pidana pemilu: laporan diterima Bawaslu, dibahas bersama oleh sentra Gakkumdu (Bawaslu, Polisi, Jaksa), diteruskan ke polisi. dilakukan penuntutan oleh jaksa dan diputuskan oleh pengadilan (bagian dari criminal justice system), pengadilan tingkat pertama di PN (Pengadilan Negeri) PN dan upaya hukum terakhir di PT (Pengadilan Tinggi).
  4. Sengketa proses atau tahapan pemilu: diselesaikan Bawaslu. Kecuali untuk beberapa permasalahan pemilu untuk penetapan DCT dan penetapan verifikasi partai politik peserta pemilu dia tidak berakhir di Bawaslu tapi bisa berlanjut menjadi sengketa tata usaha negara pemilu.
  5. Sengketa tata usaha negara pemilu: tahap pertama diselesaikan Bawaslu upaya hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) (untuk pemilu pertama dan terakhir). Sedangkan Pilkada di PT (Pengadilan Tinggi) dan Mahkamah Agung.
  6. Perselisihan hasil pemilu: mahkamah konstitusi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *